Ini Bukan Pelangi, Tapi Kampung Warna Warni

Pelangi-pelangi alangkah indahmu, merah kuning hijau, di langit yang biru. Pelukismu agung, siapa gerangan? Pelangi-pelangi ciptaan Tuhan.

Sambil nyanyi nggak nih bacanya? Hehe.

Ini bukan pelangi, tapi sama-sama indah dan berwarna-warni. Adanya bukan di langit, tapi di pinggir kali. Ini adalah kampung, tapi bukan sembarang kampung. Bisa tebak di mana?

Yap, Malang!

Kampung Warna Warni Jodipan (atau lebih dikenal Kampung Warna Warni saja) menjadi salah satu destinasi wisata Malang yang terlintas di pikiranku saat aku mengunjungi kota apel itu 2018 silam.

Alhamdulillah terealisasi.

Saat itu aku mengunjungi Malang dari Surabaya bersama teman kerjaku menggunakan sepeda motor. Jadwal hari itu cukup padat lantaran banyak destinasi yang ingin aku kunjungi namun hanya punya waktu satu hari.

Penasaran, sebagai tujuan pertama kami melihat lumpur Lapindo terlebih dahulu, ternyata melihat secara langsung lebih terasa pedihnya. Selanjutnya kami mengunjungi Kampung Warna Warni, Kampung Tridi, Air Terjun Coban Rondo, Museum Angkut, dan terakhir perjalanan ditutup dengan mengunjungi Alun-alun Malang.

Dalam tulisan ini saya hanya akan membahas tentang Kampung Warna Warni.


Kampung Warna Warni Jodipan terletak di Kecamatan Blimbing, Kota Malang, Jawa Timur. Sungai Brantas membelah kampung ini menjadi dua bagian. Sebuah jembatan kaca dibangun untuk menghubungkannya.

Sungai Brantas membelah kampung menjadi dua bagian

Sesuai namanya, Kampung Warna Warni begitu penuh warna. Unik dan menarik tentunya. Tembok rumah, jalan setapak, atap, hingga dekorasinya semua berwarna-warni. Ada dekorasi payung, tampah, bola-bola plastik, hiasan dedaunan, semua berwarna-warni. Cerah dan menimbulkan kesan bersahaja, begitu hidup.

Warna-warni dekorasi payung
Jalanan pun diberi warna

Di atas perkampungan, jembatan KA Brantas juga terlihat membentang melewati Sungai Brantas. Tentu saja, saat kereta api lewat membuat pemandangan semakin terlihat mengagumkan.

Pemandangan saat kereta api lewat

Cukup merogoh kocek 3.000 rupiah saja untuk memasuki Kampung Warna Warni. Sebelum menyeberang jembatan kaca, kami jajan pentol dulu 🙂

Merah kuning hijau di lapangan

Tak banyak penjual makanan di sana. Buatku, Kampung Warna Warni memang bukan tempat untuk nongkrong berlama-lama. Keindahannya dapat lebih dinikmati dengan menjelajah berjalan kaki, bukan dengan duduk-duduk sembari ngopi.

Setelah menyeberang jembatan kaca, kalau berminat, bisa bayar tiket lagi 3.000 rupiah untuk memasuki Kampung Tridi. Sekalian saja, pikir kami. Tiket hanya 3.000 rupiah, lalu diberikan suvenir gantungan kunci dari kain flanel. Murah sekali bukan? Ini sih itung-itung beli gantungan kunci saja 🙂

Berbeda dengan Kampung Warna Warni, Kampung Tridi tidak begitu berwarna-warni. Namun sesuai namanya, banyak lukisan 3 dimensi alias 3D (Three D), logat lokal berubah menjadi Tridi. Unik yaa, hanya ada di Indonesia hehe.

Kampung Tridi

Lukisan-lukisan 3D ini tersebar di dinding maupun jalan rumah warga. Pengunjung bebas untuk berfoto meskipun itu masuk ke halaman rumah warga. Kami tak banyak berfoto di Kampung Tridi, cukup dinikmati dengan mata telanjang.


5 tahun telah berlalu, aku tak tahu bagaimana kondisi Kampung Warna Warni sekarang, mungkin sudah lebih berkembang, atau bahkan malah terpuruk? Yang jelas, menurutku Kampung Warna Warni adalah destinasi wajib saat mengunjungi Malang. Tak perlu berlama-lama, cukup sediakan waktu sekitar 1 jam, mata kita sudah cukup dimanjakan oleh warna-warni perkampungan yang begitu apik dan unik 🙂

Published by dwitunggadewi

Software developer, blogger, travel enthusiast

2 thoughts on “Ini Bukan Pelangi, Tapi Kampung Warna Warni

  1. whoaa aku jg sudah pernah kesini. Tapi entah kenapa, saat itu cat nya udah pada luntur xixie! kampung warna warni ini unik yaa, selain murah, ada kesan tersendiri selama berada sini. untuk perawatannya pun harus rutin dan maksimal agar terus seperti pelangi 😀

    Like

    1. Iyaa betul, unik dan menarik. Dari info yg aku dapet, karna pandemi kemarin kondisinya jadi kurang terawat, catnya jarang diremajakan gara-gara sepi pengunjung, jadi nggak terlalu warna-warni. Sedih yaa 😦

      Semoga pariwisata Indonesia cepat bangkit 🙂

      Like

Leave a comment